Senin, 06 Desember 2010

Akhlaq Irfani

A. Kerangka berfikir irfani

  1. Pengertian
            Kerangka berfikir irfani adalah suatu lingkup perjalanan yang ditempuh oleh para ulama sufi dengan tujuan pengenalan (ma’rifat) kepada Allah. Sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan bahwa ma’rifat adalah tujuan akhir yang ditempuh oleh para ulama sufi yang sebelum tujuan tersebut ada beberapa maqam dan hal yang ditempuh

  1. Metode irfani
Pada dasarnya potensi untuk memperoleh ma’rifat telah ada pada manusia, tapi yang menjadi persoalannya apakah ia telah memenuhi prasarana atau prasaratnya? Salah satu prasaratnya antara lain adalah kesucian jiwa dan hati. Karena apabila totalitas jiwanya telah suci dan hatinya telah dipenuhi dengan zikir kepada tuhan, hidupnya akan dipenuhi oleh kearifan dan bimbingannya.
Dalam dunia tasawuf, qalb merupakan pengetahuan tentang hakikat, termasuk didalamnya adalah hakikat ma’rifat. Qalb yang dapat memperoleh ma’rifat adalah qalb yang telah suci dari berbagai noda atau akhlak buruk yang sering dilakukan manusia. Karena qalb merupakan bagian jiwa, kesucian jiwa sangat mempengaruhi kecemerlangan qalb dalam menerima ilmu. Didalam metode ini ada beberapa upaya-upaya tertentu yang harus dilalui oleh para sufi disamping maqamat dan ahwal, yaitu
1.      Riyadhah
Riyadhah yang sering disebut juga latihan-latihan mistik, adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya. Riyadhah dapat pula berarti proses internalisasi kajian dengan sifat-sifat terpuji dan melatih diri untuk meninggalkan sifat-sifat buruk.
2.      Tafakur
Tafakur penting dilakukan bagi mereka yang menginginkan ma’rifat sebab, tatkala jiwanya telah belajar dan mengolah ilmu, lalu memikirkan (bertafakur) dan menganalisisnya, pintu kegaiban akan dibukakan untuknya. Menurut Al-Ghazali, orang yang berfikir dengan benar akan menjadi dzawi Al-abab (ilmuwan) yang terbuka pintu kalbunya sehingga akan mendapat ilham. Dalam risalah Laduniyah, Al-Ghazali pun menjelaskan bahwa tafakur pun merupakan salah satu cara untuk memperoleh ilmu ladani.
3.      Tazkiyat An-Nafs
Tazkiyat A-Nafs adalah proses penyucian jiwa manusia. Proses penyucian jiwa dalam kerangka tasawuf ini dapat dilakukan melalui tahapan takhalli dan tahalli. Tazkiyat An-Nafs merupakan inti kegiatan bertasawuf. Sahl bin Abdullah Ash-Shufi berpendapat bahwa siapa saja yang pikirannya jernih, ia berada dalam keadaan kontemplatif. Kalangan sufi adalah orang-orang yang senantiasa menyucikan hati dan jiwa. Perwujudannya adalah rasa membutuhkan terhadap tuhannya.
4.      Dzikrulloh
Secara etimologi, zikir adalah mengingat sedangkan secara istilah adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada Allah. Zikir merupakan metode lain yang paling utama untuk memperoleh ilmu ladani.

B. Maqamat

  1. Pengertian
Maqamat, bentuk jamak dari maqam berarti tahapan, tingkatan, atau kedudukan. Jadi, maqamat adalah tahapan rohani yang ditempuh oleh para pengamal tasawuf untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Yang dimaksud dengan tingkatan (maqam) oleh para sufi ialah tingkatan seorang hamba dihadapannya, dalam hal ibadah dan latihan-latihan(riyadhah) jiwa yang dilakukannya. Dikalangan kaum sufi, urutan maqam- ini berbeda-beda. Sebagian mereka merumuskan maqam-maqam dengan sederhana, seperti rangkaian maqam qana’ah berikut ini: Tanpa qana’ah, tawakal, tidak akan tercapai; tanpa tawakal, taslim tak akan ada; tanpa tobat, inabah tak akan ada; tanpa wara, zuhud tak akan ada.

  1. Maqam-maqam dalam tasawuf
1.      Tobat
Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai penghentian awal dijalan menuju Allah. Pada tingkat terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-anggota badan. Sedangkan pada tingkat menengah, disamping menyangkut dosa yang dilakukan jasad, tobat menyangkut pula pangkal dosa-dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah pada tingkat terakhir, tobat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Tobat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap sesuatu selain yang dapat memalingkan dari jalan Allah.
2.      Zuhud
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama. Menjauhkan dunia agar terhindar dari hukuman di akhirat. Kedua, menjauhi dunia dengan menimbang imbalan diakhirat. Ketiga, mengucilkan dunia bukan karena takut atau berharap, tetapi karena cinta kepada Allah belaka. Orang yang berada pada tingkat tertinggi ini akan memandang segala sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai arti apa-apa.
3.      Faqr (fakir)
Faqr dapat berarti sebagai kekurangan harta dalam menjalani kehidupan di dunia. Sikap faqr penting dimiliki oleh orang yang berjalan menuju Allah, karena kekayaan atau kebanyakan harta memungkinkan manusia lebih dekat pada kejahatan, dan sekurang-kurangnya membuat jiwa tertambat pada selain Allah.
4.      Sabar
Sabar, menurut Al-Ghazali, jika dipandang sebagai pengekangan tuntutan nafsu dan amanah, dinamakan sebagai kesabaran jiwa (ash-shabr an-nafs), sedangkan menahan terhadap penyakit fisik, disebut sebagai sabar badani (ash-shabr al-badani). Kesabaran jiwa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek. Misalnya untuk menahan nafsu makan dan seks yang berlebihan.
5.      Syukur
Sukur diperlukan karena semua yang kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat karunia Allah. Allahlah yang telah memberikan ni’mat kepada kita, baik berupa pendengaran, penglihatan, kesehatan, keamanan, maupun nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.
6.      Rela
Rela berarti menerima dangan rasa puas terhadap apa yang dianugrahkan Allah SWT. Orang yang rela mampu melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk sangka terhadap ketentuannya. Bahkan, ia mampu melihat keagungan, kebesaran, dan kemahasempurnaan Dzat yang memberikan cobaan kepadanya sehingga tidak mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan tersebut. Hanyalah ahli ma’rifat dan mahabbah yang mampu bersikap seperti ini. Mereka bahkan merasakan musibah dan ujian sebagai suatu nikmat, lantaran jiwanya bertemu dengan yang dicintainya.
7.      Tawakal
Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Dalam hal ini Al-Ghazali mengaitkan tawakal dengan tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid berfungsi sebagai landasan tawakal.

C. Ahwal

  1. Pengertian
Ahwal bentuk jamak dari hal, adalah keadaan mental yang dirasakan oleh para pengamal tasawuf sebagai anugerah yang datang dari Allah SWT. Istilah hal yang dimaksud disini adalah keadaan atau kondisi psikologis ketika seorang sufi mencapai maqam tertentu. Menurut Al-Thausi, keadaan (hal) tidak termasuk usaha latihan-latihan rohaniyah (jalan). Di antara contoh hal (keadaan) adalah keterpusatan diri(muraqabah), kehampiran atau kedekatan (qaro), cinta (hubb), takut(khauj), harap(raja) rindu(syauq), intims(auns), tentram(thumaninah), penyaksian( musyahadah), dan vakin

  1. Macam-macam hal
1.      Waspada dan mawas Diri
      Waspada dan ,mawas diri merupakan dua hal yang saling berkaitan erat. Oleh karena itu, ada sufi yang mengupasnya secara bersamaan. Waspada dan mawas diri merupakan dua sisi dari tugas yang sama dalam menundukan perasaan jasmani yang berupa kombinasi dari pembawaan nafsu dan amarah.
      2. Cinta
Dalam pandangan tasawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, sama seperti tobat yang merupakan dasar bagi kemuliaan maqam. Karena mahabbah pada dasarnya adalah anugerah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya sebagai anugerah-anugerah (mawahib). Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan.
      3. Berharap dan takut
Menurut kalangan kaum sufi, raja ‘ dan khauf berjalan seimbang dan saling mempengaruhi. Raja dapat berarti berharap atau optimisme, yaitu perasaan senang hati karena menanti sesuatu yang diinginkan dan disenangi.
      4. Rindu
Selama masih ada cinta, syauq tetap diperlukan. Dalam lubuk jiwa seorang sufi, rasa rindu hidup dengan subur, yakni rindu untuk segera bertemu dengan tuhan. Ada orang yang mengatakan bahwa maut merupakan bukti cinta yang benar dan lupa kepada Allah lebih berbahaya daripada maut. Bagi sufi yang rindu kepada Tuhan, maut dapat mempertemukannya dengan Tuhan, sebab hidup merintangi pertemuan ‘abid dengan Ma’budnya.
      5. Intims
Dalam Pandangan kaum sufi sifat, uns (intim) adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi.   
           
D. Perbedaan Maqamat dan Ahwal
            Menurut para sufi ada pebedaan antara Maqamat dan Ahwal, seperti: Maqam menurut mereka ditandai oleh kemapanan. Sementara hal justru mudah hilang. Maqam dapat dicapai seseorang dengan kehendak dan upayanya. Sementara hal dapat diperoleh seseorang tanpa disengaja.


Daftar Pustaka

DR. Rosihon Anwar, M.Ag.;Drs. Mukhtar Solihin ’Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2006
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka--alwankhoir-28&q=Usul

Tidak ada komentar:

Posting Komentar